BerandaADVERTORIALCumpea dan Jejak Sakral Desa Mone: Menyusuri Cara Masyarakat Luas Mengenal Tradisi...

Cumpea dan Jejak Sakral Desa Mone: Menyusuri Cara Masyarakat Luas Mengenal Tradisi dari Tanah yang Pernah Dilanda Kelaparan

- Advertisement -

SINARPERBATASAN.COM, BUTON TENGAH – Di sebuah teluk sunyi bernama Lasongko, tersembunyi sebuah desa tua: Mone. Desa ini menyimpan kisah perlawanan spiritual terhadap krisis pangan, jauh sebelum agama Islam dikenal masyarakatnya. Senin, (21/04/2025).

Dari kisah itu, lahirlah budaya Cumpea—sebuah rangkaian tradisi yang tidak sekadar menjadi penanda musim, tetapi juga tonggak keberlangsungan hidup dan pengingat pada sejarah krisis yang pernah nyaris memusnahkan seluruh kampung.

Dahulu, Mone mengalami kekeringan panjang dan gagal panen. Saat itu, datanglah Raja Sugi Batara membawa bibit jagung dan syarat: lakukan tiga ritual suci—pra tanam (buka musim), saat menanam, dan pasca panen. Dari ritual-ritual itulah lahir budaya Cumpea, yang kini menjadi titik temu antara masyarakat adat dan para penjelajah budaya.

Namun bagaimana orang-orang luar bisa mengenal tradisi sakral ini?

Tahun ini, panitia budaya Cumpea membuka diri lebih luas dari sebelumnya. Media sosial menjadi alat utama memperluas jangkauan. Dokumentasi visual, narasi cerita rakyat, hingga pelibatan generasi muda dilakukan agar pesan Cumpea tak hanya hidup di Mone, tapi juga menjangkau dunia digital. Beberapa video ritual telah tayang di platform daring, memancing komentar penuh kekaguman dari netizen yang tak pernah menyangka bahwa ada tradisi sedalam ini di jantung Sulawesi Tenggara.

“Kita ingin siapa pun yang datang bukan hanya melihat pertunjukan, tapi menghayati cerita di balik tiap gerakan, tiap mantra,” kata La Tanda, Ketua Panitia Budaya Cumpea 2025. “Kami bahkan menyusun tur edukasi agar pengunjung bisa menyaksikan langsung prosesi adat, mendengar langsung cerita dari tetua.” jelasnya.

Salah satu pengunjung, Wati (34) dari Muna, mengaku terharu. Ia ke Mone menemani saudaranya yang menjual jajanan di area perayaan Cumpea. “Saya pikir ini hanya tradisi kecil, tapi ternyata sarat makna. Saya merasa sedang menyaksikan sejarah yang masih hidup.” kesannya.

https://www.sinarperbatasan.com/wp-content/uploads/2024/03/WhatsApp-Image-2024-03-20-at-21.06.11-6.jpeg

Kepala Dinas Pariwisata Buton Tengah, Irwan Seni Rajab, menekankan pentingnya pemahaman lintas budaya bagi generasi muda khususnya milenial dan Gen-Z Desa Mone, Kecamatan Lakudo. Karena menurut Irwan, Budaya Cumpea berpotensi besar dan lebih mewarnai budaya yang ada di Buton Tengah bahkan dapat masuk kedalam kalender event nasional.

“Cumpea adalah pengalaman spiritual. Bukan sekadar tontonan. Maka pendekatannya harus mendalam, melalui dialog, pelibatan komunitas luar, dan narasi sejarah yang kuat,” ujarnya. Ia menyebut bahwa pihaknya tengah memfasilitasi pengarsipan tradisi Cumpea dalam format digital serta memperkenalkan budaya ini ke forum kebudayaan tingkat provinsi.

Salah satu elemen yang paling menarik perhatian adalah silat pisau warisan prajurit raja, yang dahulu digunakan untuk melawan makhluk jahat tak kasat mata saat mereka hendak masuk ke Desa Mone. Kini, silat itu menjadi pertunjukan utama dalam perayaan Cumpea, memperkaya nilai estetika sekaligus simbolik acara budaya Cumpea Desa Mone 2025.

Puncak Cumpea bukanlah pesta ramai, tetapi prosesi sakral. Ritual dilakukan selama berhari-hari, ditutup dengan persembahan doa dan ucapan syukur kepada leluhur dan alam semesta. Saat malam terakhir, para tetua akan memasuki rumah adat dan membacakan mantera kuno di depan sesajen yang ditata dengan sangat hati-hati. Doa itu ditujukan agar musim tanam berikutnya memberi berkah.

Dengan semangat pelestarian dan keterbukaan yang terus dibangun, budaya Cumpea perlahan melintasi batas geografisnya. Ia bukan lagi milik Mone semata, tapi menjadi warisan kebudayaan Buton Tengah yang pantas untuk terus dijaga, dipelajari, dan dicintai. Dalam tiap langkahnya, Cumpea adalah bukti bahwa dari krisis bisa lahir peradaban, dan dari keterbatasan bisa tumbuh warisan agung yang kini mengetuk pintu perhatian dunia.

Reporter: Sadly

- Advertisement -
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

Google search engine


Google search engine

Google search engine

Google search engine

Most Popular

Recent Comments

https://ibb.co/hBb6x82

Dilindungi Hak Cipta!!