Suasana audiensi KRPK dan FMR dengan Kejaksaan Negeri Blitar dan Kejaksaan Kota Blitar, pada Kamis (27/02/2025) siang.Â
Blitar, SinarPerbatasan.com – Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK) dan Front Mahasiswa Revolusioner (FMR) Blitar, menggelar audiensi dengan Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar dan Kejaksaan Negeri Kota Blitar, pada Kamis (27/2/2025).
Audiensi tersebut dilanjutkan dengan hearing bersama DPRD Kabupaten Blitar terkait permasalahan pertanahan dan pertambangan.
Ketua KRPK, Mohamad Trijanto, menyampaikan bahwa ada tujuh laporan dugaan korupsi yang ia serahkan,tiga laporan di Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar dan empat laporan di Kejaksaan Negeri Kota Blitar,dengan salah satu kasus utama di Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar adalah terkait Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).namun hingga kini aktor intelektual yang diduga terlibat masih belum tersentuh.
“Kami berharap Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar segera mengusut tuntas siapa saja yang berperan dalam kasus PDAM ini,” ujar Trijanto.
Usai audiensi dengan kejaksaan, KRPK dan FMR melanjutkan pertemuan ke DPRD Kabupaten Blitar untuk membahas persoalan pertanahan dan pertambangan. Trijanto menekankan pentingnya regulasi pertambangan guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Blitar.
“Hasil kajian kami sudah disampaikan ke Pemkab Blitar, termasuk formula penyelesaian pertambangan. Kami mendorong DPRD segera membuat perda atau regulasi lainnya agar PAD seimbang dengan biaya perbaikan infrastruktur yang mencapai puluhan miliar rupiah setiap tahun,” jelasnya.
Ia mencontohkan Kabupaten Lumajang yang mampu memperoleh PAD hingga Rp20 miliar dari sektor pertambangan, sementara Kabupaten Blitar hanya sekitar Rp50-100 juta per tahun. Karena itu, ia mendesak Pemkab dan DPRD berkoordinasi untuk menginisiasi perda pertambangan yang lebih menguntungkan daerah.
Sementara itu, Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar, Dyan Kurniawan, menyatakan bahwa laporan yang disampaikan KRPK telah ditindaklanjuti, namun penyelesaiannya memerlukan proses.
“Kasus tindak pidana umum mungkin bisa lebih cepat, tetapi untuk perkara korupsi memang membutuhkan waktu,” pungkasnya. (Edi)