BerandaADVERTORIALMenatap Cumpea ke Panggung Nasional: Perhatian Pemerintah Buton Tengah terhadap Warisan Sakral...

Menatap Cumpea ke Panggung Nasional: Perhatian Pemerintah Buton Tengah terhadap Warisan Sakral Desa Mone

- Advertisement -

SINARPERBATASAN.COM, BUTON TENGAH – Budaya Cumpea di Desa Mone, Buton Tengah, kini bukan sekadar ritual tahunan yang dijalankan oleh para tetua adat. Di balik prosesi yang kerap dianggap sakral itu, tersimpan cita-cita besar: menjadikan Cumpea sebagai ikon budaya daerah yang mendapat pengakuan nasional, bahkan internasional. Pemerintah daerah pun mulai menatap langkah strategis untuk mewujudkan harapan itu. Selasa, (22/04/2025).

Dinas Pariwisata Buton Tengah menilai Cumpea sebagai aset budaya tak ternilai yang mengandung nilai-nilai spiritual, historis, dan sosial yang kuat. “Cumpea bukan sekadar perayaan lokal. Ia mencerminkan perjalanan panjang masyarakat Mone dalam menaklukkan krisis, dalam menyatu dengan alam, dan dalam mempertahankan tradisi secara konsisten,” ujar Irwan Seni Rajab, Kepala Dinas Pariwisata Buton Tengah. Ia menyebut bahwa nilai-nilai ini bersifat universal dan bisa menyentuh siapa pun, dari mana pun.

Sejarah Cumpea bermula pada masa kekeringan parah yang melanda wilayah Mone ratusan tahun silam. Saat itu, masyarakat mengalami gagal panen berulang dan kelaparan menjadi ancaman nyata. Dalam situasi genting tersebut, muncul tokoh legendaris bernama Raja Sugi Batara yang datang membawa benih jagung serta ajaran tentang tiga tahapan ritual sakral: pra-tanam (buka musim), masa tanam, dan panen. Dari sinilah tradisi Cumpea tumbuh sebagai bentuk pengharapan dan rasa syukur atas berkah alam. Ritual ini kemudian diwariskan lintas generasi dan menjadi pilar kehidupan agraris masyarakat Mone.

Kini, Pemda Buton Tengah menetapkan langkah-langkah strategis agar Cumpea menjadi bagian dari kalender event nasional. Salah satu inovasi tahun ini adalah menjadikan Festival Cumpea 2025 lebih inklusif dan modern tanpa kehilangan esensi tradisi. Berbagai lapisan masyarakat dilibatkan, mulai dari komunitas adat, seniman lokal, pelaku ekonomi kreatif, hingga generasi muda yang aktif di media sosial.

Festival kali ini dirancang dalam format bertahap. Agenda dimulai dari kegiatan ritual pertapaan di tempat-tempat keramat, hingga pagelaran silat pisau, warisan prajurit kerajaan yang dulu dipercaya sebagai pelindung dari ancaman gaib. Tarian-tarian tradisional, musik lokal, dan kuliner khas juga dihadirkan dalam rangkaian bazar budaya. Seluruh kegiatan didesain agar pengunjung bisa merasakan keterhubungan antara narasi sejarah dan perayaan kontemporer.

https://www.sinarperbatasan.com/wp-content/uploads/2024/03/WhatsApp-Image-2024-03-20-at-21.06.11-6.jpeg

“Kami ingin menjadikan Cumpea bukan hanya kebanggaan Desa Mone, tapi juga cerminan identitas budaya Buton Tengah. Semakin banyak anak muda yang mau terlibat dan itu pertanda baik,” kata La Tanda, Ketua Panitia Festival Cumpea 2025. Menurutnya, tantangan terbesar adalah menjaga keseimbangan antara pelestarian nilai sakral dan penyajian yang menarik untuk publik luas.

Dukungan dari masyarakat sangat terasa. Didi (26), pengunjung dari Baubau, menyampaikan kekagumannya, “Saya tidak menyangka ada tradisi sekaya ini di Sulawesi Tenggara. Kalau ini dikemas dengan baik, bisa bersaing dengan event budaya di Bali atau Yogyakarta.” Katanya.

Pemerintah daerah pun menjajaki kerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk mendorong agar Cumpea masuk dalam daftar resmi event unggulan nasional. Menurut Irwan, strategi ini tak hanya bertujuan menarik wisatawan, tetapi juga memperkuat identitas dan ekonomi lokal.

“Kita butuh budaya yang bukan hanya dipertontonkan, tapi yang menghidupi masyarakat. Cumpea adalah warisan yang hidup dan punya kekuatan menggerakkan.” Terang Irwan.

Pelibatan komunitas menjadi salah satu kunci. Mulai dari ibu-ibu pelestari kuliner tradisional, pemuda sebagai duta budaya digital, hingga para pengrajin lokal yang mengangkat ornamen-ornamen adat dalam karya mereka. Semuanya diarahkan untuk menciptakan ekosistem budaya yang berkelanjutan. Pemerintah juga tengah mempersiapkan arsip digital dan publikasi visual untuk mendokumentasikan semua proses dan warisan Cumpea secara profesional.

Tak hanya itu, festival ini menjadi momen penting bagi tetua adat untuk memperkenalkan kembali nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam mantra, simbol, dan struktur ritual. Di malam penutupan, para pemuka adat akan kembali ke rumah ritual, membaca doa dan mantera leluhur sambil mempersembahkan sesajen sebagai wujud syukur atas musim yang telah berlalu dan doa agar musim baru membawa berkah.

Reporter: Sadly

- Advertisement -
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

Google search engine


Google search engine

Google search engine

Google search engine

Most Popular

Recent Comments

https://ibb.co/hBb6x82

Dilindungi Hak Cipta!!