Lahan pantai seluas 5 hektare di sekitar wilayah Penagi-Ranai, Kecamatan Bunguran Timur, yang akan ditanami sekitar 50.000 bibit mangrove oleh Lanud RSA Natuna bersama BRGM RI dan Kelompok Tani Tucano Jaya. (Foto : Pen RSA Natuna)
Natuna, SinarPerbatasan.com – Sebagai negara Kepulauan, Indonesia memiliki ribuan pulau yang berjajar dari Sabang sampai ke Merauke. Dari Miangas, sampai ke Pulau Rote. Dari 17.508 pulau yang ada di wilayah Indonesia, beberapa diantaranya acap kali menjadi incaran oleh negara-negara tetangga.
Salah satunya adalah Natuna. Pulau yang hanya memiliki luas 1.605 kilometer persegi, dengan panjang 56,3 kilometer dan lebar 40,2 kilometer itu, sempat heboh karena nyaris di ‘caplok’ oleh salah satu negara Adi Kuasa, yaitu China. Padahal secara administratif, daerah yang resmi di mekarkan sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) tingkat Kabupaten pada tahun 1999 tersebut, masuk ke dalam wilayah Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Istilah Nine Dash Line atau Sembilan Garis Putus-putus yang dibuat China beberapa tahun lalu, sempat mengusik Pemerintah Indonesia, lantaran Kepulauan Natuna di klaim masuk ke wilayahnya. Bahkan, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sampai harus terbang ke Natuna, untuk menegaskan jika Natuna secara sah milik Indonesia.
Personil Lanud RSA Natuna, bersama BRGM RI dan Kelompok Tucano Jaya, saat melakukan penanaman bibit mangrove di sekitar pantai laut Penagi, Kabupaten Natuna.
Untuk menguatkan pengakuan tersebut, pada tahun 2017 Pemerintah Indonesia menamakan perairan Natuna sebagai Laut Natuna Utara. Karena, meski masuk dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebelumnya Natuna sering disebut berada di wilayah perairan Laut China Selatan (LCS). Dasar Pemerintah Indonesia mengklaim Natuna miliknya, adalah hasil putusan PBB tentang Hukum Laut yang tertuang dalam UNCLOS tahun 1982, secara jelas memutuskan perairan Natuna merupakan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) milik Indonesia.
Namun, nyatanya ancaman pulau mungil yang nyaris tak terlihat di peta dunia itu, tidak hanya datang dari bangsa asing. Faktor alam juga menjadi salah satu ancaman serius bagi keselamatan pulau yang dihuni oleh 83.668 jiwa (akhir 2023). Salah satunya adalah Erosi dan Abrasi atau pengikisan pantai. Penyebabnya, terjadinya pasang surut air laut, aktifitas gelombang air laut, angin diatas lautan serta arus laut yang sifatnya merusak.
Salah satu cara terampuh untuk mencegah terjadinya erosi dan abrasi, adalah dengan melakukan penanaman pohon mangrove (bakau) di sekitar bibir pantai yang rawan abrasi. Bisa juga dengan membangun tanggul atau pemecah ombak. Namun, tentu akan menguras tenaga dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, serta kemampuannya untuk bertahan juga terbatas oleh waktu.
Salah satu contoh nyata ancaman abrasi di Pulau Natuna, terjadi di Desa Cemaga, Kecamatan Bunguran Selatan. Dimana, bibir pantai di wilayah tersebut terus tergerus oleh gelombang air laut, hingga nyaris mengancam kerusakan akses jalan Nasional. (Foto : Internet)
Latar belakang dari ancaman faktor alam tersebut lah, yang menjadi alasan Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Raden Sadjad (RSA) Ranai, Kabupaten Natuna, untuk melakukan penanaman bibit pohon mangrove secara besar-besaran, di kawasan Pantai Penagi-Ranai, Kecamatan Bunguran Timur, yang dinilai rawan terjadi erosi dan abrasi.
Dengan menggandeng Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Republik Indonesia (RI), Lanud RSA Natuna telah menyiapkan 50.000 bibit mangrove, yang akan ditanam di atas lahan pantai seluas 5 hektare.
Dalam melancarkan aksinya, Lanud RSA Natuna juga melibatkan 7 kelompok tani dari seluruh Kabupaten Natuna, yang tergabung dalam Kelompok Tani Tucano Jaya, dibawah binaan Ketua PIA Ardhya Garini (AG) Cabang 17/D.I Lanud RSA, Ny. Santi Dedy Iskandar, dan di Ketuai oleh Ny. Yuyud Darmawanti Widada.
Tampak Danlanud RSA Natuna, melalui Kadispotdirga Lanud RSA Natuna, Kolonel Pom Fanny Philips H. S.H., saat memberikan briefing kepada seluruh peserta kegiatan aksi sosial penanaman mangrove.
Komandan Lanud RSA Natuna, Kolonel Pnb Dedy Iskandar, S.Sos., M.M.S., M.Han., menjelaskan, ratusan peserta aksi peduli lingkungan itu akan belajar tentang berbagai aspek penting dalam pengelolaan hutan mangrove. Seperti pengenalan jenis mangrove, penyediaan benih, pembangunan persemaian dan pembibitan, seleksi bibit siap tanam serta aklimatisasi.
“Kegiatan ini di harapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat, tentang pentingnya menjaga dan melestarikan hutan mangrove di wilayah Kabupaten Natuna,” ujar Kolonel Pnb Dedy Iskandar, melalui rilis pers yang diterima awak media ini dari bagian Penerangan Lanud RSA Natuna, Sabtu (16/03/2024) lalu.
Perwira Melati 3 tamatan Akademi TNI Angkatan Udara (AAU) tahun 1998 itu menambahkan, bahwa TNI memiliki tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Khusus di Angkatan Udara (AU), kegiatan ini masuk dalam potensi kedirgantaraan, guna mewujudkan TNI AU yang AMPUH (Adaptif, Modern, Profesional, Unggul dan Humanis), sesuai instruksi dari Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI M. Tonny Harjono, S.E., M.M.
Kegiatan aksi peduli lingkungan penanaman pohon mangrove yang digelar oleh Lanud RSA Natuna dan BRGM RI ini, berlangsung selama 3 hari, dari tanggal 15-17 Maret 2024 di sekitar kompleks Lanud RSA Natuna.
Di katakan Kolonel Pnb Dedy Iskandar, bahwa selain untuk mencegah erosi dan abrasi pantai, akar tanaman mangrove memiliki fungsi sebagai pengurai limbah organik yang terbawa kewilayah pesisir dan bahan kimia yang dapat mencemari laut. Selain itu, juga sebagai pencegah perembesan air laut ke daratan, yang dapat mencemari sumber air minum bagi manusia dan makhluk lainnya, dalam memenuhi kebutuhan akan air tawar.
“Fungsi lainnya, akar mangrove juga sebagai habitat bagi berkembang biaknya kehidupan laut, seperti ikan, udang, kepiting, serta beberapa jenis plankton, yang menjadi makanan bagi anak-anak ikan yang baru menetas. Jadi dengan menanam pohon mangrove, kita tidak hanya menyelamatkan pulau dari ancaman erosi dan abrasi, tapi juga menyelamatkan keberlangsungan hidup manusia serta makhluk-makhluk lainnya yang hidup di sekitar hutan mangrove,” tegas sang pilot pesawat tempur milik TNI AU jenis Sukhoi, Hawk dan Super Tucano tersebut.
Sang Abdi Negara berdarah Jawa yang lahir di Kota Gresik, Jawa Timur itu, mengajak seluruh Personil Lanud RSA Natuna, komunitas peduli lingkungan, pecinta alam, kelompok tani serta seluruh lapisan masyarakat di Bumi Laut Sakti Rantau Bertuah, untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan hutan mangrove, demi masa masa depan anak cucu serta keseimbangan alam semesta beserta makhluk hidup yang tinggal di dalamnya.
Laporan : Erwin Prasetio