Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Mafirion.
Jakarta, SinarPerbatasan.com – Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Mafirion, menyampaikan duka cita mendalam atas meninggalnya Alif Okto Karyanto, anak berusia 12 tahun asal Batam yang wafat setelah dipulangkan dari RSUD Embung Fatimah karena ditolak rawat inap.
Tragedi ini menyoroti secara gamblang krisis keadilan dalam sistem pelayanan kesehatan dan menjadi pengingat keras bahwa hak hidup masih kerap dikalahkan oleh kepentingan administratif.
Mafirion sebagai legislator PKB menilai bahwa peristiwa ini bukan sekadar kesalahan prosedur rumah sakit, melainkan mengandung unsur dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
Ia pun secara tegas menyerukan Komnas HAM untuk segera mengambil langkah penyelidikan mendalam dan tidak membiarkan kasus ini berlalu tanpa pertanggungjawaban.
“Fokus saya jelas: Komnas HAM harus turun tangan. Kasus ini bukan hanya persoalan miskomunikasi. Ini menyangkut hak hidup seorang anak yang diabaikan oleh sistem. Dan tugas Komnas HAM adalah memastikan negara hadir untuk melindungi hak itu,” tegas Mafirion, Selasa (17/6/2025).
Ia mengkritik keras sistem yang menjadikan tafsir administratif atas “kondisi gawat darurat” sebagai penentu utama layanan kesehatan, alih-alih mempertimbangkan kondisi medis riil dan kebutuhan mendesak pasien.
“Kita tidak sedang bicara soal perbedaan tafsir, kita bicara tentang nyawa. Kalau tafsir administratif bisa mengalahkan realitas penderitaan pasien miskin, maka sistem ini gagal total,” ujarnya.
Mafirion menekankan bahwa pendekatan yuridis dan etik harus dijalankan oleh lembaga yang memiliki otoritas moral dan hukum dalam isu-isu hak asasi, yaitu Komnas HAM.
“Komnas HAM harus menyelidiki ini secara independen. Kematian Alif bukan peristiwa biasa. Ia simbol dari kegagalan sistemik yang dibiarkan terjadi di ruang-ruang publik yang mestinya menyelamatkan,” katanya.
Sebagai anggota Komisi XIII DPR RI yang membidangi isu-isu HAM, Mafirion menyatakan bahwa peran Komnas HAM tidak boleh sebatas reaktif. Harus ada langkah proaktif, termasuk investigasi lapangan, klarifikasi terhadap pihak rumah sakit, serta rekomendasi reformasi kebijakan agar peristiwa serupa tidak terulang.
“Saya meminta Komnas HAM tidak berhenti pada siaran belasungkawa. Ini saatnya mereka menunjukkan taring, bukan hanya catatan. Kita butuh penyelidikan, pengungkapan fakta, dan dorongan perubahan konkret,” pungkas Mafirion.
Apa yang saya sampaikan, ujar Mafirion, adalah seruan moral dan politik agar tragedi Alif tidak dilupakan begitu saja. Keadilan bagi satu anak adalah bagian dari keadilan untuk semua warga negara.