Suasana pelaksanaan rapat koordinasi kerjasama lintas sektor, untuk mengevaluasi rencana aksi pencegahan kekerasan terhadap anak. Senin (10/11/2025) pagi.
Natuna, SinarPerbatasan.com – Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Natuna melalui Sekretariat Daerah bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Natuna menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Kerjasama Lintas Sektor. Kegiatan ini bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan rencana aksi pencegahan kekerasan terhadap anak di daerah tersebut.
Rakor yang dipimpin langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Natuna, Boy Wijanarko Varianto, berlangsung di ruang rapat lantai II Kantor Bupati Natuna, Bukit Arai, Kecamatan Bunguran Timur, Senin (10/11/2025) pagi.
Kegiatan ini dihadiri oleh sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, Forkopimda, Camat, Lurah, Kepala Desa, para Kepala Sekolah, Organisasi Wanita, Organisasi Profesi, LSM, OKP, tokoh masyarakat, serta tamu undangan lainnya.
Mengawali sambutannya, Sekda Natuna Boy Wijanarko Varianto menjelaskan bahwa tujuan utama pertemuan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan rencana aksi pencegahan kekerasan terhadap anak di Kabupaten Natuna.

“Jadi kita bisa tahu, di mana sebenarnya letak kekurangan kita, sehingga kasus kekerasan terhadap anak ini masih bisa terjadi di tempat kita,” ujar Boy.
Ia menegaskan, dalam Undang-Undang Perlindungan Anak sudah dijelaskan dengan tegas bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan secara fisik, verbal, maupun psikis.
Menurut Boy, pertemuan lintas sektor ini sangat penting untuk memperkuat sinergi dan langkah konkret dalam menekan, bahkan menghapuskan kasus kekerasan terhadap anak di Bumi Laut Sakti Rantau Bertuah.
“Kami juga menghimbau agar seluruh orang tua ikut berperan dalam mendidik anak-anaknya. Kadang ada anak yang cerita ke orang tuanya secara berlebihan, terlalu lebay, padahal hanya disuruh hormat di tiang bendera karena melanggar aturan. Akibatnya, guru menjadi takut untuk mendidik. Ini yang perlu kita benahi bersama, termasuk edukasi bagi para orang tua,” tegas Boy.
Sementara itu, Kepala DP3AP2KB Natuna, Sri Riawati, menyampaikan bahwa pihaknya setiap tahun terus melaksanakan aksi pencegahan kekerasan terhadap anak, baik di sekolah-sekolah maupun di desa-desa.
“Dalam melaksanakan aksi ini, kami selalu menggandeng pihak Polres Natuna untuk pendampingan. Ini merupakan bagian dari upaya kami dalam mencegah kekerasan terhadap anak,” jelas Sri Riawati.

Dari sisi penegakan hukum, Kapolres Natuna melalui Kaur Bin Ops (KBO) Satreskrim Polres Natuna, Jemmy Hatmoko, menegaskan bahwa kekerasan adalah tindakan yang mengakibatkan gangguan fisik, seksual, maupun psikis pada seseorang.
“Dalam pencegahan kekerasan, semua pihak harus terlibat, baik orang tua, masyarakat, maupun lembaga-lembaga di luar pemerintah. Saat ini, pencegahan kekerasan terhadap anak sudah menjadi gerakan bersama, melibatkan eksekutif, legislatif, yudikatif, bahkan lembaga internasional,” kata Jemmy.
Jemmy juga menambahkan bahwa kasus kekerasan terhadap anak maupun Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ibarat fenomena gunung es.
“Banyak kejadian di masyarakat yang tidak dilaporkan. Hanya sebagian kecil saja yang muncul ke permukaan,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan oleh Kepala Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Rampasan (PAPBB) Kejaksaan Negeri Natuna, Karya So Immanuel Gort, S.H., M.H. Menurutnya, daerah yang semakin maju biasanya juga menghadapi peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Namun, tren di Natuna justru menunjukkan penurunan signifikan.
“Dari laporan kasus yang masuk ke kami, dari Januari hingga Oktober 2025 baru ada tujuh perkara. Sementara tahun 2024 lalu mencapai lebih dari dua puluh perkara. Artinya ada penurunan yang signifikan, tren-nya positif,” jelas Nuel, sapaan akrabnya.
Ia menambahkan, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang masuk ke Kejari Natuna dari Januari hingga November 2025 tercatat sekitar 55 perkara, dan 52 di antaranya telah naik berkas.
“Sedangkan sepanjang tahun 2024, kami menerima sekitar 63 SPDP. Jadi secara keseluruhan, tren-nya memang menurun,” tandas Nuel.
Rakor ini juga diwarnai dengan curahan hati dari para kepala sekolah, yang merasa terbebani oleh aturan ketat dalam mendisiplinkan siswa.
Mereka mengaku khawatir tindakan mendidik bisa disalahartikan sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak.
“Sekarang ini, tugas guru hanya mengajar, bukan mendidik,” ujar Burhaji, salah seorang Kepala Sekolah Dasar di Natuna. (Erwin)














