Ketika Program Jamsostek Selamatkan Masa Depan Santi dan Anaknya di Ujung Negeri

0
139
Susanti, salah seorang ahli waris penerima manfaat program JKM dan JHT dari BPJS Ketenagakerjaan atau Jamsostek, ketika sedang menjahit pakaian pesanan pelanggan, Senin (24/11/20250 pagi. Foto : Erwin Prasetio
Google search engine

Natuna, SinarPerbatasan.com – Pagi itu, cahaya matahari baru merayap pelan melalui celah jendela kayu, menyentuh wajah Susanti yang sedang duduk di depan meja rias tuanya. Rambutnya masih basah, menetes di bahu, sementara jemarinya lincah menyisir helai demi helai. Gerakannya tergesa, seperti seseorang yang tak pernah punya cukup waktu untuk dirinya sendiri.

Jarum jam baru menunjukkan pukul 08.15 WIB, Senin (24/11/2025). Bagi sebagian orang, pagi mungkin baru dimulai. Tapi bagi Susanti, hari sudah lebih dulu menunggu sejak sebelum matahari terbit. Di sudut ruangan, tumpukan baju pesanan pelanggan menggunung di atas meja mesin jahit, seolah menjadi pengingat bahwa hidup tak memberi banyak ruang untuk berlarut-larut.

Lima tahun lalu, dunia yang ia kenal runtuh seketika. Suaminya pergi untuk selama-lamanya menghadap sang pencipta, meninggalkan dirinya dan seorang anak laki-laki yang kini menjadi pusat semesta Susanti. Dari ruang duka yang sunyi itulah, ia memulai kembali hidupnya, merajut keberanian, menjahit harapan, dan menenun masa depan dari suara gesekan jarum dan deru mesin jahit, yang tak pernah benar-benar berhenti.

Kini, di usia 42 tahun, Susanti bukan hanya seorang janda. Ia adalah perempuan yang tak pernah menyerah, berdiri sendiri di medan perjuangannya, memastikan setiap kain yang ia jahit menjadi bukti bahwa hidup, betapa pun beratnya, tetap harus dilanjutkan.

Susanti saat menceritakan kisah hidupnya kepada wartawan sinarperbatasan.com. (Foto : Erwin Prasetio)

Kisah pilu perjalanan hidup Santi (sapaan akrabnya), bermula pada hari yang tak pernah ingin ia ingat, namun tak pernah mampu ia lupakan. Hari ketika Almarhum suaminya, Salohot Lubis, seorang jurnalis harian di salah satu media online di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), tiba-tiba dipanggil pulang oleh Sang Pencipta saat tengah menjalankan tugas liputan.

Dengan suara pelan, Santi menuturkan kembali detik-detik yang mengubah hidupnya. Saat itu ia sedang membersihkan rumah bersama putra semata wayangnya, menata perabotan dan menyapu debu demi menyambut Hari Raya Idul Fitri 1441 H tahun 2020, yang tinggal satu hari lagi.

“Abang (suaminya, red) meninggal satu hari sebelum hari raya tahun 2020. Kalau tidak salah hari Sabtu, tanggal 23 Mei. Waktu itu kami sedang sibuk di rumah, karena kan persiapan besok mau lebaran,” kenang Santi, matanya menerawang, ketika ditemui sinarperbatasan.com, Senin (24/11/2025) pagi.

Hari yang seharusnya menjadi persiapan menyambut kebahagiaan, justru berubah menjadi awal dari perjalanan panjang seorang ibu, yang harus belajar menguatkan dirinya dan menghidupi anaknya sendirian.

Susanti terlihat begitu sibuk menyiapkan pakaian milik pelanggan yang baru siap ia jahit. (Foto : Erwin Prasetio)

Namun perlahan, dari gelap yang menyesakkan itu, secercah terang mulai muncul dalam hidup Santi. Meski bayang-bayang kehilangan suami tercintanya masih kerap menghantui setiap waktu, takdir membawanya pada pintu kecil yang membuka jalan untuk kembali bangkit. Di tengah duka dan kebingungan mengatur ulang hidupnya, kabar tak terduga datang dari petugas BPJS Ketenagakerjaan atau Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek), tempat almarhum suaminya terdaftar semasa bekerja.

Dengan suara yang nyaris bergetar, Santi menceritakan bagaimana petugas BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Pembantu di Natuna, tiba-tiba menghubunginya. Mereka menyampaikan bahwa suaminya berhak menerima Santunan Jaminan Kematian (JKM) sebesar Rp 42 juta, ditambah klaim Jaminan Hari Tua (JHT) senilai Rp 3 juta. Total Rp 45 juta. Angka yang bagi sebagian orang mungkin biasa, tapi bagi seorang janda yang baru kehilangan tulang punggung keluarganya, itu terasa seperti tali yang menahannya dari jurang kesulitan.

Dari situlah Santi mulai menata kembali hidup yang sempat hancur berkeping-keping. Berbekal kenangan dan kemampuan menjahit yang pernah ia dapat dari program pelatihan di Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Natuna ketika suaminya masih hidup, ia memutuskan untuk membuka usaha kecil di rumah yang dibangun dari hasil kerja keras suaminya, ditambah dari uang santunan JKM dan klaim JHT.

“Memang uang santunan itu tidak semuanya jadi modal usaha,” ucapnya perlahan. “Waktu itu sebagian untuk biaya kematian, dan melunasi hutang-hutang abang. Karena abang sempat pinjam uang untuk tambahan bangun rumah, yang sekarang saya jadikan tempat usaha. Sisanya baru untuk modal menjahit. Alhamdulillah, sampai sekarang masih bertahan,” tuturnya, seraya menahan air matanya yang terlihat berkaca-kaca.

https://www.sinarperbatasan.com/wp-content/uploads/2024/03/WhatsApp-Image-2024-03-20-at-21.06.11-6.jpeg
Terlihat para petugas BPJS Ketenagakerjaan atau Jamsostek Kabupaten Natuna, saat melayani warga yang sedang mengurus berkas administrasi kepesertaan Jamsostek. (Foto : Erwin Prasetio)

Kini, dari suara berdenting jarum dan desah mesin jahit itulah, Santi menemukan kembali kekuatan. Ia merajut masa depan setahap demi setahap, menjahit lembar demi lembar harapan baru, bukan hanya untuk dirinya, tetapi untuk anak satu-satunya yang menjadi alasan ia terus melangkah.

Perjuangan itu tidak hanya untuk dirinya. Ada seorang anak yang harus ia kuatkan, seorang anak yang dulu masih begitu belia ketika dunia mereka runtuh. Saat almarhum ayahnya pergi, Yuda Pratama (putra semata wayang Santi), baru duduk di bangku Sekolah Menengah tingkat Pertama (SMP). Usianya waktu itu masih terlalu muda untuk memahami makna kehilangan, namun cukup tua untuk merasakan perubahan besar di rumah sederhana mereka.

Santi terdiam sejenak ketika mengenang masa-masa itu. Betapa ia harus menyembunyikan air mata di balik suara mesin jahit yang terus berdengung, agar Yuda percaya bahwa ibunya baik-baik saja. Betapa ia harus berdiri tegar, meski dada sering sesak oleh kekhawatiran akan masa depan putranya.

Kini, lima tahun telah berlalu. Waktu pelan-pelan menjahit luka-luka itu, sementara kerja keras Santi membuahkan hasil yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Yuda, yang dulu hanya bisa memeluk ibunya saat kabar duka datang, kini telah beranjak dewasa. Di usianya yang menginjak 18 tahun, ia sudah menjejakkan langkah baru, menempuh pendidikan di Politeknik Negeri Batam, memulai semester pertamanya.

“Dari usaha inilah saya bisa terus hidup, bisa besarkan anak saya, sampai akhirnya dia bisa kuliah,” tutur Santi, matanya berkaca, bukan karena sedih, melainkan karena rasa syukur yang meluap pelan-pelan.

Penyerahan santunan program JKM dari BPJS Ketenagakerjaan oleh Bupati Natuna, Cen Sui Lan, untuk ahli waris di Pulau Midai, Natuna, didampingi Kepala BPJS Ketenagakerjaan Natuna, Hendra Harry Jonna. (Foto : Dok. BPJS Ketenagakerjaan Natuna)

Bagi Santi, pendidikan Yuda adalah bukti bahwa perjuangannya tidak sia-sia. Bahwa dari tumpukan kain dan suara mesin jahit yang tak pernah lelah, ia berhasil menjahit masa depan putranya dan masa depannya sendiri. Dari rumah semen yang belum seutuhnya selesai itu, seorang ibu yang sempat hampir tumbang telah berdiri kembali, membawa harapan yang tidak lagi rapuh seperti dulu.

Kisah Santi bukanlah satu-satunya. Ia hanyalah satu dari ribuan pekerja di Indonesia yang merasakan langsung betapa pentingnya menjadi peserta Jamsostek. Program perlindungan sosial itu, baik yang diikuti secara mandiri maupun ditanggung oleh pemerintah dan perusahaan, telah menjadi pegangan ketika musibah datang tanpa aba-aba.

Bagi Santi, manfaat itu bukan sekedar angka di atas kertas, melainkan penyelamat yang mengubah gelap hidup menjadi peluang untuk bangkit kembali. Program yang selama ini mungkin terdengar teknis dan jauh dari keseharian, justru hadir pada saat yang paling ia butuhkan.

Di sisi lain, kisah Santi menjadi pengingat kuat bagi BPJS Ketenagakerjaan Natuna akan pentingnya perlindungan bagi para pekerja, terutama di daerah kepulauan dan perbatasan. Kepala BPJS Ketenagakerjaan Natuna, Hendra Harry Jonna, mengatakan bahwa manfaat utama program Jamsostek bukan sekedar santunan, melainkan jaring pengaman yang menjaga masa depan pekerja dan keluarganya.

Ia menjelaskan bahwa BPJS Ketenagakerjaan menyediakan berbagai perlindungan, mulai dari Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), hingga Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Semua itu dirancang sebagai benteng ketika risiko datang tanpa diduga, baik saat bekerja, ketika mengalami musibah, hingga memasuki usia tidak produktif lagi (pensiun).

“Program ini bertujuan melindungi pekerja dari risiko saat bekerja, seperti kecelakaan, kematian, hingga masa pensiun, serta memberikan dukungan saat tidak bekerja,” ujar Hendra Harry Jonna, Selasa (25/11/2025).

Karena itu, ia mengajak seluruh masyarakat di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), yang merupakan wilayah terdepan di ujung utara Indonesia, untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Menurutnya, perlindungan ini bukan hanya tentang keamanan hari ini, melainkan bekal jangka panjang yang dapat menjaga stabilitas keluarga, pendidikan anak, dan kesejahteraan di masa depan.

Bagi Santi, manfaat itu telah terbukti nyata, dari sebuah tragedi, ia mampu kembali berdiri dan perlahan membangun harapan baru. Dan dari harapan itulah, cerita tentang pentingnya perlindungan sosial menemukan maknanya.

Pada akhirnya, kisah ini menjadi pengingat bahwa membangun Indonesia bukan hanya soal infrastruktur dan angka pertumbuhan, tetapi juga tentang menghadirkan perlindungan pekerja yang inklusif dan berkelanjutan, agar setiap warga baik dari pusat kota hingga ujung negeri, merasakan kehadiran negara yang benar-benar melindungi. Sebab hanya dengan perlindungan pekerja yang inklusif dan berkelanjutan, cita-cita membangun Indonesia yang lebih kuat dan manusiawi dapat benar-benar terwujud. (Erwin Prasetio)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini