Saat Nelayan dan Petani Perbatasan Dilindungi Jamsostek, Kerja Aman Keluarga Tenang

0
77
Terlihat keluarga nelayan di Natuna sedang menunggu suaminya pulang dari melaut. (Foto : Erwin Prasetio)
Google search engine

Natuna, SinarPerbatasan.com – Kabupaten Natuna di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dikenal dengan lautnya yang garang. Gelombang tinggi dan angin kencang, kerap menjadi ancaman bagi aktivitas pelayaran, terutama para nelayan tradisional yang mengandalkan kapal-kapal kecil. Tak heran, setiap kali hendak melaut, rasa cemas selalu menyelimuti mereka yang menggantungkan hidup pada hasil tangkapan di perairan Natuna.

Kecemasan tak hanya dirasakan oleh para nelayan, tetapi juga keluarga yang mereka tinggalkan di rumah. Istri dan anak-anak, selalu dihantui rasa kekhawatiran setiap kali sang kepala keluarga berangkat melaut. Karena nelayan adalah tumpuan utama ekonomi rumah tangga. Andai sesuatu hal buruk terjadi di tengah laut, masa depan keluarga pun ikut terombang-ambing oleh ganasnya ombak di Laut Natuna.

Namun, perlahan rasa cemas itu mulai mereda. Kini para nelayan di ujung utara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tersebut, telah memiliki perlindungan sosial berupa kartu BPJS Ketenagakerjaan atau Jamsostek (Jaminan Sosial Ketenagakerjaan). Program hasil kolaborasi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Pemerintah Kabupaten Natuna, dan BPJS Ketenagakerjaan ini, telah memberikan harapan baru. Sebab, kini nelayan tak lagi sepenuhnya bergantung pada nasib saat menghadapi ganasnya laut yang dulu sempat di klaim oleh China tersebut.

Sejak tahun 2021, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) telah menanggung iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi 31.556 nelayan di tujuh Kabupaten/Kota se-Kepri. Program ini turut dirasakan oleh para nelayan di Natuna, yang mendapat kuota perlindungan sebanyak 4.384 orang. Kebijakan tersebut menjadi angin segar bagi para pencari nafkah di laut, karena kini mereka dapat bekerja dengan rasa aman, berkat jaminan sosial yang ditanggung oleh Pemerintah.

Kabar baik ini disambut dengan rasa syukur oleh para nelayan Natuna. Selama ini, setiap kali meninggalkan rumah, mereka selalu dihantui bayang-bayang risiko di tengah laut dan kecemasan keluarga yang menunggu. Kini, berkat perlindungan sosial dari BPJS Ketenagakerjaan, mereka bisa berangkat melaut dengan hati lebih tenang. Ada rasa lega yang tumbuh, karena masa depan istri dan anak-anak mereka tidak lagi sepenuhnya bergantung pada nasib, melainkan sudah dijamin oleh payung perlindungan Pemerintah.

Selain nelayan, petani juga mendapatkan jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan, sebab memiliki risiko tinggi dengan pekerjaannya. (Foto : Erwin Prasetio)

“Alhamdulillah, sekarang sebagian besar nelayan kita sudah mendapatkan perlindungan kecelakaan kerja, karena sudah terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, yang iurannya ditanggung oleh Pemerintah,” terang Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Natuna, Rahmat Wijaya, kepada sinarperbatasan.com, Kamis (27/11/2025).

Rahmat tak bisa menyembunyikan rasa syukurnya. Bagi nelayan yang saban hari berjibaku dengan ombak, hadirnya jaminan keselamatan kerja bukan sekedar bantuan, melainkan napas baru yang menenteramkan. Ia merasa lebih berani menantang laut, karena tahu kini ada perlindungan yang menjaga para nelayan dan masa depan keluarganya.

Rahmat juga tak bisa melupakan peristiwa pahit yang menimpa nelayan asal Kecamatan Subi dan Desa Limau Manis, Kecamatan Bunguran Timur Laut, Kabupaten Natuna. Mereka meninggal di tengah laut, namun karena tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, keluarga yang ditinggalkan tak berhak menerima santunan jaminan kematian.

Menurut Rahmat, hal itu terjadi karena para nelayan belum melengkapi berkas administrasi untuk mendapatkan jaminan yang sebenarnya sudah disediakan oleh Pemerintah.

“Belum lama ini, ada nelayan kita bernama Antoni. Beliau meninggal di darat, bukan saat melaut, tapi tetap dapat santunan sekitar Rp45 juta. Inilah keuntungan jika kita terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan,” ujarnya.

Bapak dua anak yang juga menjabat sebagai Ketua Nelayan Desa Batu Gajah itu menuturkan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar nelayan bisa mendapatkan bantuan iuran Jamsostek dari pemerintah. Yang terpenting, kata dia, nelayan harus benar-benar berprofesi sebagai pencari ikan, yang dibuktikan dengan KTP nelayan serta Kartu KUSUKA. Kartu KUSUKA sendiri adalah identitas tunggal bagi para pelaku usaha di sektor kelautan dan perikanan. Setelah itu, barulah nelayan melengkapi administrasi lainnya melalui kantor desa atau kelurahan setempat. Semua proses ini, menurutnya, adalah langkah kecil namun penting agar para nelayan bisa mendapatkan rasa aman saat menantang lautan.

“Kemudian, mereka juga harus tergabung ke dalam KUB (Kelompok Usaha Bersama, red). Ini untuk memudahkan Pemerintah dalam melakukan pendataan dan evaluasi,” imbuh Rahmat.

Sebagai gambaran, dari total 10.857 nelayan di Natuna, baru 4.384 orang yang telah terlindungi jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan, atau sekitar 40,4 persen. Angka ini menunjukkan bahwa sebagian nelayan kini sudah memiliki pegangan saat menantang ganasnya laut Natuna. Sementara sisanya masih bisa mendaftar sebagai peserta mandiri, agar mendapatkan perlindungan yang sama. Di tengah risiko pekerjaan yang tinggi, jaminan ini menjadi harapan baru bagi mereka yang menggantungkan hidup pada ombak dan angin di selatan laut China.

https://www.sinarperbatasan.com/wp-content/uploads/2024/03/WhatsApp-Image-2024-03-20-at-21.06.11-6.jpeg
Ketua Kelompok Tani Sual Maju, Bayu Ardiansyah, saat ditemui sinarperbatasan.com dikediamannya, Rabu (26/11/2025) petang. (Foto : Erwin Prasetio)

Tak hanya para nelayan yang merasakan manfaatnya. Pemerintah Provinsi Kepri juga telah menanggung iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi para petani Natuna, mereka yang setiap hari bertarung dengan panas, hujan, dan ketidak pastian hasil panen. Dari 3.196 petani di Bumi Laut Sakti Rantau Bertuah, sedikitnya 1.799 orang atau sekitar 56,3 persen kini telah mendapatkan perlindungan yang sama. Angka itu menunjukkan bahwa perlahan, payung jaminan sosial semakin melebar, memberikan rasa aman bagi mereka yang hidup dari tanah dan laut.

“Sebagian besar anggota petani kita sudah terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan dari Pemerintah,” kata Bayu Ardiansyah, yang merupakan Ketua Kelompok Tani Sual Maju, ketika ditemui sinarperbatasan.com, Rabu (26/11/20250 sore, di kediamannya di Kelurahan Ranai Darat.

Bayu memahami betul, bahwa profesi petani menyimpan risiko besar. Setiap hari mereka bekerja dengan peralatan tajam yang mudah melukai. Belum lagi ancaman binatang berbisa seperti ular, yang bisa muncul tanpa diduga. Karena itu, hadirnya jaminan sosial bagi petani baginya bukan sekedar bantuan, melainkan perlindungan yang sangat dibutuhkan.

Hal senada disampaikan Solihin (37), seorang petani pisang dari Kelurahan Batu Hitam, Kecamatan Bunguran Timur. Ia mengaku kerap mengalami kecelakaan kecil saat di ladang, mulai dari tangan tergores sabit saat membersihkan daun pisang kering, hingga luka-luka ringan akibat tergelincir di tanah basah. Bagi Solihin, risiko itu sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari seorang petani pisang. Karena itu, adanya perlindungan dari BPJS Ketenagakerjaan terasa seperti pegangan penting yang menenangkan hati.

“Setidaknya kalau ada apa-apa, kami tidak lagi berjuang sendirian,” ujar Solihin, menggambarkan betapa berharganya jaminan keselamatan kerja bagi petani sepertinya.

Kepala BPJS Ketenagakerjaan Natuna, Hendra Harry Jonna, ketika ditemui dikantornya, Selasa (25/11/20250. (Foto : Erwin Prasetio)

Kepala BPJS Ketenagakerjaan Natuna, Hendra Harry Jonna, menjelaskan bahwa BPJS Ketenagakerjaan menawarkan beragam program jaminan sosial untuk melindungi pekerja, termasuk nelayan dan petani. Di antaranya adalah Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP).

Dengan JKK, pekerja mendapatkan perlindungan mulai dari biaya perawatan jika terjadi kecelakaan kerja, hingga santunan jika terjadi cacat tetap atau kematian akibat kecelakaan kerja. Sementara JKM memberikan santunan kepada ahli waris jika peserta meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja.

“Di sisi lain, JHT dan JP berfungsi sebagai jaminan hari tua, memberikan dana tabungan atau pensiun kepada peserta saat memasuki usia tua, berhenti bekerja, atau mengalami cacat tetap,” jelas Hendra Harry Jonna, ditemui dikantornya, Selasa (25/11/2025) pagi.

Menurut Harry Jonna, program-program ini bukan hanya sekedar pelengkap, melainkan payung keamanan nyata bagi nelayan, petani, dan pekerja rentan lain di Natuna, agar mereka bisa bekerja dengan tenang, mengetahui bahwa risiko saat bekerja dan hari tua sudah ada jaring pengaman sosial.

Harry Jonna menambahkan, BPJS Ketenagakerjaan menyediakan beragam program jaminan sosial dengan besaran iuran yang bervariasi, mulai dari yang paling terjangkau hingga yang paling lengkap. Untuk pekerja informal seperti nelayan dan petani, iuran dasar dimulai dari Rp16.800 per bulan, yang sudah mencakup Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).

“Jika ingin perlindungan lebih lengkap, peserta dapat mengikuti program tambahan seperti Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP), dengan iuran yang menyesuaikan penghasilan,” terangnya.

Sementara bagi pekerja penerima upah, total iuran dihitung berdasarkan persentase upah, mulai dari JKK sebesar 0,24–1,74 persen, JKM 0,30 persen, JHT 5,7 persen, hingga JP sebesar 3 persen. Dengan berbagai pilihan ini, BPJS Ketenagakerjaan memberi kesempatan bagi setiap pekerja untuk mendapatkan perlindungan sesuai kemampuan dan kebutuhannya.

Kehadiran beragam skema iuran BPJS Ketenagakerjaan bukan sekedar deretan angka, melainkan jaring pengaman yang memberi ketenangan bagi jutaan pekerja di seluruh penjuru negeri. Dari iuran paling sederhana hingga perlindungan paling lengkap, setiap pilihan membuka peluang bagi para pekerja untuk berdiri lebih tegak menghadapi risiko hidup dan masa depan yang tak selalu dapat ditebak. Di balik nominal yang tertera, tersimpan harapan agar siapa pun, dari buruh harian hingga profesional dapat bekerja tanpa rasa cemas, karena mereka tahu ada perlindungan yang setia menjaga saat langkah menghadapi hari esok terasa berat.

Hal ini menjadi bagian dari ikhtiar besar untuk membangun Indonesia yang lebih kuat, dengan menghadirkan perlindungan pekerja yang inklusif dan berkelanjutan, sebuah fondasi sunyi namun penting, yang memastikan setiap tangan yang bekerja mendapat rasa aman untuk terus melangkah dan berkontribusi bagi masa depan bangsa. (Erwin Prasetio)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini