Saleh Iskandar (41), bersama putrinya saat ditemui di kediamannya di Desa Kelarik Air Mali, Kecamatan Bunguran Utara, Kabupaten Natuna, Rabu (09/07/2025) pagi. (Foto : Muhammad Raus)
Natuna, SinarPerbatasan.com – Musim kenaikan kelas bagi siswa-siswi Sekolah Dasar (SD), maupun Sekolah Menengah Pertama (SMP), harusnya menjadi moment yang menyenangkan bagi mereka. Pasalnya, di waktu itu lah, biasanya mereka akan mendapatkan peralatan sekolah baru, dari orang tuanya. Salah satunya buku dan alat tulis lainnya.
Namun tidak bagi Shelda dan Sela, gadis kecil yang masih duduk di bangku kelas 3 dan kelas 9 itu, tahun ini tampaknya mereka musti menahan diri, untuk tetap memanfaatkan peralatan sekolah lamanya. Sebab, 5 hari sebelum masuk diruang kelas baru pada tanggal 14 Juli 2025 nanti, peralatan sekolah baru yang mereka dambakan, belum juga terlihat di hadapannya.
Hal itu tentu bukan tanpa alasan. Orang tua mana yang tidak ingin melihat si buah hatinya tersenyum sumringah, tatkala menyambut tahun ajaran baru. Ekonomi keluarga yang sulit, memaksa kedua orang tua mereka merelakan senyum itu sirna di hari kenaikan kelas tahun ini.
“Anak saya dua, mereka masih bersekolah. Yang satu kelas tiga SD, yang satu kelas tiga SMP. Tapi sampai sekarang, kami belum membelikan mereka alat sekolah baru, buku belum beli,” tutur Saleh Iskandar (41), yang merupakan ayah dari Shelda dan Sela, ketika ditemui di kediamannya, Rabu (09/07/2025) pagi.
Saleh Iskandar merupakan warga asal Desa Kelarik Air Mali, Kecamatan Bunguran Utara, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Kesehariannya, bapak dua orang anak itu bekerja sebagai nelayan tradisional yang berburu ikan hidup, seperti kerapu dan napoleon.
Ikan hasil tangkapannya, kata Iskandar, biasanya di jual kepada toke atau pengepul ikan hidup asal Sedanau, Kecamatan Bunguran Barat. Namun, kini ikan-ikan hasil tangkapan nelayan, tidak lagi di ambil oleh sang toke.
“Katanya Kapal Hong Kong belum masuk, jadi ikan kerapu kita belum bisa dijual,” ucap Iskandar, dengan muka murung menanti kepastian.
Istilah Kapal Hong Kong bagi nelayan Natuna, adalah kapal yang biasa menampung dan membawa ikan-ikan hidup kualitas ekspor dari Natuna (Indonesia), menuju ke Hongkong. Biasanya, kapal yang datang langsung dari negara berjuluk Mutiara dari Timur itu, akan berlabuh di perairan Sedanau, untuk mengangkut ikan-ikan hidup hasil tangkapan nelayan Natuna. Tidak semua ikan hidup yang bisa di jual di kapal besi itu, hanya ikan yang memiliki nilai jual tinggi, seperti napoleon dan kerapu.
Namun, kapal yang selama ini menjadi tumpuan bagi banyak nelayan dan pembudidaya ikan dari ujung utara NKRI itu, sudah beberapa bulan tidak masuk dan menjemput ikan-ikan mereka. Bak buah simalakama, ikan yang ada saat ini, jika dibiarkan tanpa diberi makan, bisa kurus dan bahkan mati. Namun memberi makan ikan kerapu dan napoleon yang dikenal rakus, tentu akan memakan biaya yang cukup besar.
“Selama Kapal Hong Kong tidak masuk, ekonomi kami sangat sulit. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga pun sudah susah. Ini bukan hanya saya sendiri yang merasakan, tapi kebanyakan nelayan Natuna, khususnya yang ada di Bunguran Utara,” keluh Iskandar.
Iskandar mewakili nelayan Natuna, berharap kepada Pemerintah agar peka terhadap penderitaan masyarakat kecil, seperti mereka. Seharusnya, kata Iskandar, ketika nelayan kehilangan mata pencahariannya, Pemerintah musti bertindak untuk mencarikan solusi, atau membuka lowongan pekerjaan baru.
“Kami harap Pemerintah dan Anggota DPRD bisa memperjuangkan nasib nelayan. Tolong carikan solusi untuk kami. Misalnya selama Kapal Hong Kong tidak masuk, apakah kami diberikan pekerjaan lain, atau membeli ikan hasil tangkapan kami dengan harga layak. Kepada Pemerintah dan DPRD, tolong lah dengar keluhan kami ini,” tandas Iskandar, dengan berkaca-kaca.
Senada dengan Suaminya, Erlina (istri Iskandar), juga mengaku sangat terpukul dengan keadaan ekonomi di Bumi Laut Sakti Rantau Bertuah saat ini. Ia menuturkan, jika harga kebutuhan pokok seperti sembako yang terus mengalami kenaikan, tidak sebanding dengan pendapatan sang suami yang semakin melorot.
“Coba bayangkan, harga barang-barang kebutuhan naik, tapi pendapatan malah makin turun, jadi tidak sesuai,” ungkap Erlina, seraya melirik sinis meratapi keadaan.
Informasi yang berhasil dihimpun oleh awak media ini, kapal-kapal dari Hong Kong berhenti masuk ke Natuna untuk mengambil ikan, karena adanya peningkatan pengawasan ketat oleh Pemerintah Beijing terhadap barang yang masuk melalui jalur laut ke Hong Kong.
Peningkatan pengawasan ini sebagai respon terhadap kekhawatiran penyelundupan barang. Akibatnya, kapal-kapal dari Hong Kong tidak lagi berani masuk ke pelabuhan di Natuna dan Anambas untuk mengangkut ikan ekspor. (Erwin)