Natuna, SinarPerbatasan.com – Lembaga Pengelolaan Sumberdaya Pesisir (LPSDP) Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, menyelamatkan ratusan telur penyu di pulau terluar Indonesia dari ancaman pencurian dan dipindahkan secara manual ke tempat yang lebih aman untuk ditetaskan.
Perwakilan LPSDP Natuna, Cherman, di Natuna, Jumat, mengatakan dirinya bersama para pelajar sekolah dasar dan beberapa komunitas pada Jumat pagi melakukan pelepasan 17 ekor tukik di Pantai Pian, Kecamatan Bunguran Timur.
Tukit itu hasil penetasan dari 119 telur penyu yang sebelumnya diamankan di Pulau Senoa (Pulau Terluar Indonesia).

“Ini udah netas 17 ekor dari jumlah yang kita eramkan, langsung kita rilis ke laut,” kata Cherman.
Menurutnya, aksi ini penting dilakukan agar telur penyu tidak diambil untuk dikonsumsi atau diperjualbelikan secara ilegal.
Padahal Undang-undang dan peraturan di Indonesia melindungi penyu sebagai satwa yang dilindungi berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
“Pelaku perdagangan penyu dan produknya dapat dikenai sanksi pidana penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta. Selain itu, Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Penyu menjadi acuan pemerintah untuk program konservasi penyu, dan negara telah meratifikasi CITES untuk mengatur perdagangan internasional,” ujar Cherman.

Dalam kegiatan pelepasan itu, Cherman juga memberikan edukasi kepada para peserta mengenai peran penting penyu dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut serta dampak buruk yang terjadi jika satwa ini sampai punah.
“Tujuan kegiatan ini adalah mengedukasi generasi muda dan masyarakat tentang pentingnya penyu bagi kelangsungan hidup makhluk lain di ekosistem laut,” kata Cherman.
Sebagai putra asli Natuna, ia merasa memiliki tanggung jawab moral untuk melestarikan sumber daya laut daerahnya. Terlebih, LPSDP Natuna yang bermitra dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memang memiliki kewajiban menjaga ekosistem pesisir dan laut.
“Kami menetaskan telur penyu setiap tahun. Kali ini, bersama komunitas Jelajah Bahari Natuna dan Komunitas Freediving Natuna,” ujar dia.
Cherman menegaskan keberadaan penyu adalah tanggung jawab bersama, karena satwa ini memberi banyak manfaat bagi ekosistem dan manusia.
Menurut dia, praktik mengkonsumsi dan jual beli telur penyu masih marak terjadi di Natuna, bahkan ada oknum aparat penegak hukum (APH) yang terang-terangan mengunggah diri saat mengkonsumsi telur penyu di media sosial.
Ia menambahkan, sudah saatnya ada regulasi daerah yang melarang peredaran telur penyu, lengkap dengan sanksi tegas maupun sanksi sosial, agar kelestarian penyu tetap terjaga tanpa mengabaikan nilai budaya lokal.
“Natuna belum memiliki peraturan daerah khusus yang mengatur pemanfaatan telur penyu. Hal ini membuat masyarakat bebas mengambilnya tanpa kendali,” ucap dia. (Udin)















