Natuna, SinarPerbatasan.com – Di Kecamatan Pulau Laut, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, salah satu daerah terluar Indonesia yang langsung berbatasan dengan negara tetangga, hidup tak lagi sesulit dulu. Pasalnya, dulu masyarakat terbiasa membeli bahan bakar minyak (BBM) dengan harga selangit, akses listrik terbatas, dan perjalanan menuju pusat kota membutuhkan waktu berhari-hari. Kini, kondisi itu mulai berubah.
Melalui program BBM Satu Harga, kehadiran negara benar-benar terasa di titik terdepan Nusantara ini. Pemerintah bersama Industri Hulu Migas tidak hanya menghadirkan energi yang lebih terjangkau, tetapi juga membuka peluang baru bagi roda ekonomi dan kehidupan masyarakat setempat. Di tempat yang dulu identik dengan keterbatasan, kini harapan menyala seiring nyalanya mesin-mesin dan kapal-kapal nelayan yang kembali melaut.
Para nelayan kini bisa bernapas lega. Setelah bertahun-tahun harus menempuh jalan berliku untuk mendapatkan solar dengan harga yang melambung tinggi akibat distribusi yang sulit, kini mereka menikmati perubahan besar, dengan hadirnya program BBM Satu Harga.

Tak lagi ada keluhan soal mahalnya biaya operasional melaut. Tak lagi ada pengorbanan besar hanya demi beberapa liter bahan bakar. Solar kini bisa mereka beli dengan harga yang sama seperti di kota-kota besar di Indonesia. Negara hadir, membawa keadilan dan kemudahan hingga ke titik terjauh di penjuru negeri ini.
“Bagi kami, ini bukan sekadar solar murah. Ini soal harapan, soal keberlangsungan hidup,” ujar Naim, salah satu nelayan di Pulau Laut, dengan mata berbinar.
Program ini bukan hanya tentang bahan bakar, tapi tentang keberpihakan. Tentang memastikan bahwa mereka yang tinggal jauh dari pusat, tetap merasakan hangatnya perhatian negara.
Camat Pulau Laut, Bambang Erawan, mengungkapkan bahwa kehadiran program ini memberikan dampak nyata bagi aktivitas dan perekonomian masyarakat di wilayahnya.
“Dengan harga BBM yang lebih murah dan stabil, masyarakat menjadi lebih leluasa dalam beraktivitas. Hal ini tentu berdampak pada meningkatnya roda ekonomi lokal serta penghematan pengeluaran masyarakat secara keseluruhan,” ujarnya ketika dihubungi awak media ini, Rabu (15/10/2025) siang.

Sebelumnya, kata Bambang Erawan, para nelayan harus merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkan solar karena distribusi yang terbatas dan harga jual yang melambung tinggi akibat biaya pengangkutan. Akibatnya, banyak yang terpaksa mengurangi frekuensi melaut atau bahkan berhenti sementara karena biaya operasional yang tidak sebanding dengan hasil tangkapan. Namun, saat ini harga BBM subsidi jenis solar di wilayahnya sudah setara dengan harga di daerah lain di Indonesia.
Dengan harga BBM yang terjangkau, para nelayan bisa kembali melaut dengan lebih rutin dan tenang. Biaya operasional yang lebih ringan membuat mereka mampu meningkatkan penghasilan, yang pada akhirnya berdampak pada ekonomi keluarga dan masyarakat sekitar.
“Harga solar subsidi sekarang Rp 6.800 per liter, sama seperti di tempat lain. Ini tentu sangat membantu masyarakat, terutama nelayan yang sangat bergantung pada bahan bakar untuk melaut,” imbuh Bambang.

Tak hanya nelayan, berbagai sektor lain seperti pertanian, transportasi, dan usaha kecil juga merasakan dampak positif dari program BBM Satu Harga ini. Aktivitas ekonomi warga menjadi lebih hidup, dan pengeluaran rumah tangga bisa ditekan secara signifikan.
Program BBM Satu Harga merupakan upaya pemerintah untuk mewujudkan keadilan energi di seluruh pelosok negeri, termasuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Di Pulau Laut, dampaknya mulai terasa. Warga kini tak lagi merasa terpinggirkan, karena mereka bisa mendapatkan BBM dengan harga yang sama seperti di kota-kota besar.
Di ujung Perbatasan Indonesia, Pulau Laut kini tak hanya sekedar memiliki ombak dan angin, ada negara yang hadir dalam tangki, dispenser, dan harga yang sama. BBM Satu Harga tidak hanya soal subsidi atau angka di pompa, tetapi wujud keadilan sosial, bahwa warga di mana pun berada, berhak merasakan hak yang sama.
Industri Hulu Migas, Pilar Ketahanan Energi

Industri Hulu Migas di Indonesia berperan penting dalam menjaga ketahanan energi nasional. Dengan produksi Migas mencapai 1,7 juta barel setara minyak perhari, industri ini berkontribusi pada stabilitas pasokan energi domestik.
Selain itu, industri ini juga banyak membuka lapangan pekerjaan dan mendukung pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor. Pemerintah dan SKK Migas terus berupaya meningkatkan produksi energi, mengurangi impor energi, dan memperluat cadangan strategis nasional, untuk memastikan keberlanjutan energi yang stabil dan terjangkau.
Di tengah gencarnya wacana transisi energi, satu hal yang tetap menjadi fondasi utama bagi Indonesia, yakni ketahanan energi nasional. Dan di balik fondasi itu, industri hulu minyak dan gas bumi (Migas) masih berdiri kokoh sebagai Pilar utama.
Sementara itu, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Heru Setyadi, menegaskan, bahwa ketahanan energi merupakan fondasi penting bagi keberlanjutan pembangunan nasional. Dalam konteks inilah, industri hulu migas memainkan peran strategis sebagai pilar utama ketahanan energi di Indonesia.
“Industri hulu migas bukan hanya menghasilkan energi, tetapi juga menjadi tulang punggung ekonomi, membuka lapangan kerja, dan memperkuat daya saing nasional,” kata Heru Setyadi, dalam acara Coaching Clinic Lomba Karya Jurnalistik Hulu Migas SKK Migas – KKKS 2025 di Jakarta, Rabu (15/10/2025) siang. (Erwin Prasetio)